Terkiniku.com, Kukar – Ancaman judi online yang melibatkan anak-anak menjadi isu nasional yang kian mengkhawatirkan. Berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Satgas Judi Online, tercatat sekitar 80 ribu anak Indonesia berusia 10 hingga 13 tahun telah terlibat dalam aktivitas judi daring.
Menanggapi hal ini, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kutai Kartanegara mengambil langkah antisipatif. Plt. Kepala DP3A Kukar, Hero Suprayitno, menyatakan pihaknya belum menerima laporan khusus terkait kasus judi online yang melibatkan anak-anak di Kukar. Namun, ia menegaskan bahwa kewaspadaan tetap diperlukan.
“Secara rinci, memang belum ada laporan anak-anak yang terlibat judi online di Kukar. Namun, jika berbicara soal konten negatif seperti pornografi, kami sudah menangani beberapa kasus di UPT,” ujar Hero, Rabu (21/5/2025).
DP3A Kukar saat ini menggandeng sejumlah pihak, termasuk sekolah, Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, serta Satpol PP untuk mencegah penyebaran konten digital berbahaya. Kolaborasi lintas sektor ini bertujuan membangun perlindungan hukum dan psikologis bagi anak-anak, sekaligus memperkuat edukasi di lingkungan sekolah.
“Ini bagian dari komitmen kami untuk menjadikan Kukar sebagai kabupaten layak anak. Lingkungan sekolah yang ramah anak menjadi prioritas, termasuk di dalamnya edukasi tentang bahaya konten digital yang tidak mendidik,” jelasnya.
Menurut Hero, derasnya arus informasi dan mudahnya akses internet tanpa pengawasan menjadi faktor utama anak-anak rentan terhadap konten negatif, termasuk judi online. Meski tidak diperkenankan membawa ponsel di sekolah, akses tetap terbuka di luar jam belajar, terutama saat libur. Ia juga menyoroti peran lingkungan sosial.
“Anak-anak cenderung mengikuti apa yang dilakukan oleh teman-temannya, terlebih dalam lingkungan sosial yang longgar terhadap kontrol digital,” ujarnya.
Karena itu, Hero mengajak para orang tua dan tenaga pendidik untuk terlibat aktif dalam mengawasi penggunaan internet di kalangan anak. Menurutnya, literasi digital di lingkungan keluarga menjadi salah satu kunci pencegahan.
“Kami berharap semua pihak bisa bergerak bersama. Karena menjaga anak-anak dari konten negatif, termasuk judi online, bukan hanya tugas pemerintah, tapi juga tugas bersama sebagai masyarakat,” pungkasnya.