Terkiniku.com, Samarinda – Kalimantan Timur mencatat sejarah sebagai daerah pertama di Indonesia yang menjadi lokasi sosialisasi kebijakan nasional terbaru di bidang pendidikan, yakni Tes Kemampuan Akademik (TKA).
Kehadiran sejumlah tokoh penting di bidang pendidikan, termasuk Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian, Sekretaris Daerah Kaltim Sri Wahyuni, serta Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek Toni Toharudin, menjadi penanda seriusnya langkah transformasi sistem evaluasi pendidikan nasional ini.
Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, menegaskan bahwa TKA dirancang untuk memberi alternatif penilaian akademik yang lebih komprehensif dan relevan dengan kebutuhan zaman. Menurutnya, kebijakan ini akan memberikan peta capaian pendidikan yang berbasis data, bukan opini semata.

“Kita kalau bikin kebijakan jangan hanya opini, tapi sebaiknya berbasis data dan fakta, apapun terkait pendidikan. Kita ingin punya benchmark, capaian pendidikannya seperti apa. Itu sangat penting sekali sebagai bahan refleksi,” jelas Hetifah, di Crystall Room Lantai 5 Hotel Mercure Samarinda, Sabtu (24/5/2025).
Hetifah juga menjelaskan bahwa TKA tidak bersifat wajib, namun akan menjadi nilai tambah bagi siswa yang ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi melalui jalur prestasi.
“TKA ini sebenarnya tidak wajib, jadi ini evaluasi siswa. Nilai ini bisa menjadi bahan untuk masuk ke pendidikan tinggi jalur prestasi. Lagipula refleksi menurut saya penting agar kita punya informasi terhadap diri kita,” tambahnya.
Ia pun mengaitkan pentingnya TKA dengan tren hasil PISA (Programme for International Student Assessment) Indonesia yang mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir.
“Kenapa kita pakai asesmen ini dan itu? Salah satunya karena kita lihat tren hasil PISA kita menurun,” ungkap Hetifah.
Sekretaris Daerah Kaltim, Sri Wahyuni, menyatakan dukungan penuh terhadap kebijakan TKA sebagai upaya membangun kualitas pendidikan yang berkelanjutan di daerah. Menurutnya, TKA harus dilihat bukan sebagai beban, tetapi sebagai tanggung jawab bersama.
“Apakah nanti TKA ini akan menggantikan ujian nasional atau tidak, kita akan mendapat penjelasannya. Tapi intinya, ini dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan tidak menjadi beban,” ujarnya.
Sementara itu, Toni Toharudin dari Kemendikbudristek memaparkan bahwa TKA hadir sebagai jawaban terhadap kebutuhan penilaian akademik di tingkat individu, yang sempat hilang sejak ditiadakannya Ujian Nasional.
“Melalui tes kemampuan ini, setiap anak berhak berkembang sesuai potensinya, bukan dibatasi oleh sistem yang sangat tidak adil. TKA muncul untuk menjawab kebutuhan masyarakat akan penilaian pemerintah untuk murid pada tingkat individu,” jelas Toni.
Ia menyebut bahwa kemitraan dengan DPR RI, pemerintah daerah, serta lembaga pendidikan tinggi sangat penting agar implementasi TKA berjalan efektif.
Toni juga menjelaskan bahwa TKA akan diujikan pada tiga mata pelajaran, yakni Bahasa Indonesia, Matematika, dan Bahasa Inggris, yang dianggap memiliki korelasi tinggi dengan keberhasilan studi di bidang lain.
“Mereka yang kurang menguasai tiga mapel ini potensial mengalami hambatan di studi lain. Tapi tidak berarti mata pelajaran lain tidak penting. Pendidikan juga termasuk membangun karakter agar siap menghadapi tantangan zaman,” ungkapnya.
TKA akan dilaksanakan pada semester pertama tahun terakhir siswa sekolah menengah dan disinergikan dengan Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP).
Lebih lanjut, Toni menyampaikan bahwa TKA juga akan menjadi alat validasi terhadap rapor yang dikeluarkan oleh sekolah.
“Kemendikbudristek berharap dengan TKA ini, kebutuhan masyarakat akan penilaian individu tercapai. Ini sebagai bukti atau validasi, dan akan menjadi jembatan antara data pendidikan dan kebijakan publik berbasis bukti,” tegasnya.
Ia menekankan bahwa hasil TKA tidak boleh berhenti sebagai dokumen administratif, tetapi harus menjadi peta jalan perbaikan pendidikan.
“Mari kita jadikan ini sebagai ruang bertumbuh, ladang sinergi antara pusat dan daerah,” pungkas Toni.
Melalui sosialisasi perdana ini, Kalimantan Timur tak hanya menjadi percontohan, tetapi juga penggerak awal dalam transformasi besar dunia pendidikan nasional. Upaya bersama dari seluruh pihak diyakini akan menjadi fondasi kuat menuju sistem pendidikan yang lebih adil, adaptif, dan berkualitas. (Adv/Ehd)