JAKARTA, TERKINIKU.COM Para pengusaha layanan spa yang tergabung dalam Wellness Healthcare Entrepreneur Association (WHEA) menuntut pemerintah untuk menghilangkan pungutan pajak terhadap industri itu.
Ketua Umum WHEA Agnes Lourda Hutagalung mengatakan, ini karena 3.500 industri spa yang telah beroperasi di Indonesia sudah mengangkat tradisi serta mengangkat budaya etna spa asal Indonesia.
“Pajak sebaiknya 0%, ada space UU nya untuk itu, kenapa 0% karena etna prana atau wellness tourism kegiatan promotion prevention, ini membantu pemerintah,” kata Lourda saat konferensi pers di kawasan Jakarta Selatan, Beberapa hari lalu
elain karena arah bisnis spa yang mengangkat budaya Indonesia, Lourda menekankan, model usahanya juga bukan industri hiburan sebagaimana yang diklasifikasikan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD), melainkan industri kesehatan.
Ini sebagaimana ketetapan dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif Nomor 11 Tahun 2019 yang menyebutkan bahwa Usaha Spa adalah usaha perawatan yang memberikan layanan dengan metode kombinasi terapi air, terapi aroma, pijat, rempah-rempah, layanan makanan/ minuman sehat, dan olah aktivitas fisik dengan tujuan menyeimbangkan jiwa dan raga dengan tetap memperhatikan tradisi dan budaya bangsa Indonesia.
“10 penyakit terbesar di Indonesia bisa dibantu dengan spa, jadi harus merelaksasikan stress melalui vasodilators dan vasokonstriktor ini malah dipajaki. Ini membantu pemerintah di bidang BPJS,” ucapnya.
Selain membantu pemerintah di sektor kesehatan dan kebudayaan, Lourda menekankan bahwa industri spa saat ini telah membantu pemerintah dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sebab, para terapis spa yang bekerja di industri itu menurutnya terus disertifikasi dan disertakan dalam pelatihan.
Padahal, mayoritas terapis menurutnya adalah lulusan pendidikan yang tak sampai perguruan tinggi, namun karena sertifikasi dan pelatihan itu tarif gaji mereka berkisar antara Rp 8 juta sampai dengan Rp 14 juta sebulan.
“Mudah-mudahan pemerintah malu kok bisa ada lembaga private sector didik anak orang 20 ribu seluruh Indonesia. Segitu kami mengangkat anak-anak yang cuma bisa disekolahin sampai SMP SAMA orang tuanya, tapi seberapa banyak yang bisa seperti itu,” tutur Lourda.
Ketum Indonesia Wellness Spa Professional Association Yulia Himawati, menambahkan insentif pajak juga harusnya malah disediakan pemerintah ketimbang dikenakan 40%-75% melalui UU HKPD, karena besarnya kontribusi industri spa dalam mengangkat budaya tanpa pernah diperhatikan bisnisnya oleh pemerintah.
“Kami sampaikan industri spa promosikan budaya Indonesia itu harus diperhatikan pemerintah dengan regulasi khusus, khususnya itu harus diberikan dengan insentif pajak, seperti Thailand cuma 10%,” tutur Yulia.