TERKINIKU.COM, SAMARINDA – Pom mini dan botol-botol isi BBM pertalite masih tetap eksis di toko-toko tepi jalan, padahal Surat Keputusan (SK) Wali Kota Nomor 500.2.1/184/HK-HS/IV/2024 telah diterbitkan beberapa waktu lalu.
Menanggapi itu, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Samarinda, Anis Siswantini, menjelaskan bahwa pihaknya belum dapat bertindak sebelum menerima surat edaran yang ditandatangani oleh wali kota.
“Ini menjadi hal yang cukup membingungkan karena seharusnya SK tersebut menjadi dasar untuk pelaksanaan tindakan penertiban,” ujarnya.
Anis menegaskan bahwa pihaknya harus menunggu persetujuan dari pimpinan setelah draf konsep yang diajukan telah didiskusikan dengan bagian hukum Pemerintah Kota (Pemkot).
Surat edaran yang diharapkan akan segera diterbitkan nantinya akan mengikuti langkah serupa dengan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Balikpapan, yang sebelumnya sudah lebih dulu menertibkan mesin-mesin dispenser pertamini di beberapa ruas jalanan.
Kendati demikian, Anis juga mengakui adanya perbedaan situasi antara Samarinda dan Balikpapan, terutama terkait dengan keberadaan peraturan daerah tentang ketertiban umum.
Kota Samarinda belum memiliki peraturan daerah tentang ketenteraman dan ketertiban umum (trantibum) seperti yang dimiliki oleh Kota Balikpapan.
Hal ini membuat Pemerintah Kota Samarinda harus mengacu pada aturan dari pemerintah pusat. Proses ini menimbulkan kesulitan tersendiri dalam mencari rujukan hukum yang sesuai dengan situasi dan kondisi Kota Samarinda.
Meskipun draf surat edaran sudah disusun lebih dulu daripada SK wali kota, namun SK tersebut dianggap sebagai penguat untuk surat edaran tersebut.
“Kami tidak dapat melakukan banyak hal terutama dalam memulai aksi penertiban sebelum surat edaran tersebut disetujui,” jelasnya.
Dalam SK wali kota terkait pelarangan perdagangan BBM eceran menggunakan pertamini, penekanan diberikan pada kegiatan penjualan yang harus dilengkapi dengan izin, yakni Izin Usaha Niaga sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36/2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Migas serta memiliki Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 47892 dalam izin usahanya.
“Apabila melanggar, pemkot dibantu oleh kepolisian, TNI, serta Satpol PP akan melakukan kegiatan pengawasan, pengendalian, dan penertiban,” tutupnya.
Melihat semua hal diatas, dapat disimpulkan bahwa proses penertiban pertamini di Kota Samarinda masih dalam tahap menunggu persetujuan surat edaran dari wali kota, serta menunggu peraturan daerah yang lebih tegas terkait ketentraman dan ketertiban umum. (Ehd)